2/19/2024

Sebuah Firasat Chapter 2 | Sastraku Origami Waktu

 Sebuah Firasat

(Fardin Yasin Amura)

 


Sebuah firasat yang tak biasa. Kadang hadir mengisi kekosongan yang rapuh. Bukan karena ia sedang sedih, bukan juga cerita akan awan kelabu di langit nestapa. Mungkin itu rindu. “Aneh”. Namun hanya saja awan sedang tersenyum melihat lelaki itu. Menatap langit dan tersenyum di antara tulip yang indah. Rasa-rasanya, alam semesta sedang berbisik dan sibuk menyampaikan pesan untuknya.  

Kelabu yang membawa senja. Ia sedang terhanyut dalam coretan tinta. Menulis sebuah impian, cinta dan pengharapan. Hmmm, apa mungkin ia sedang tak berlogika sekarang. Menghabiskan waktu dengan ketidakpastian dan tersenyum akan hal itu. Tak ada lucu, ia sedang curhat pada Sang Pencipta. Berharap yang terbaik untuknya, tanpa mempedulikan dirinya yang merindu.

Sedikit lagi, ia akan menyelesaikan melodi terakhirnya. Terasa menenangkan ketika hembusan angin meniup daun yang jingga. Coretan itu masih tertulis rapi di lembaran kertas putih yang sedikit kusut. Ia mulai memenjamkan mata.

Ia seolah menari dalam panggung sederhana. Perawakannya yang anggung membuat siapa pun terpesona melihatnya. Sorot mata yang tajam, memperlihat keseriusan di setiap gerakannya. Sungguh permata yang dirindukan.

Wajah itu tampak samar. Cahaya mentari cukup menyilaukan. Ia nampak bak permata yang seolah memanggil ku. Ataukah ini didalam mimpi. Namun ia tersenyum indah pada ku. Aku terpesona, haruskah aku terbangun sekarang dan melupakan semua kejutan ini. Aku ingin mengungkapkan tapi ia selalu membuatku memilih diam. Namun aku masih tak percaya, mengapa suara itu masih terdengar jelas.

“Zahdan…” “Zahdan…”

“Engkau kah itu permata”

“Apa sih, kamu ngigo yah?”

“Kamu siapa?”

“Ihhh, nda lucu tahu. Aku Bulan”

“Bulan…!!” sontak Zahdan kaget dan terbangun

Melihat itu benar-benar sahabatnya. Zahdan pun kaget dan terbangung dari tidurnya. Tak seperti biasanya, bulan bertingkah aneh seperti ini.

“Zahdan, aku lulus olimpiade untuk mewakili sekolah”

“Wah… aku turut bahagia. Aku sudah yakin, kamu pasti lulus”

“Iya zahdan, makasih yah sudah men-support aku”

“Santai saja, aku ini sahabat mu. Selagi itu baik. Apa pun keputusan mu aku akan tetap mendukung mu”

“Oh iya, aku ingin ngasih kejutan ke kamu. Tutup mata mu. Kamu nggak boleh ngintip”

“Kamu ada-ada saja. Baiklah, aku tutup mata”

“Ye… Buka mata mu. Ini coklat kacang kesukaan mu”

“Aku kira apa’an. Aku makan yah”

“Sini aku suapin. Habiskan…” Kata Bulan manja

“Apa’an sih. Biar aku makan sendiri saja” jutek Zahdan

 Mereka pun memandangi senja yang kian menampakkan diri di cakrawala. Angin sepoi meniup dedaunan yang gugur melantungkan melodi yang indah. Perlahan malam menghampiri. Pertemuan sesaat itu hanya meninggalkan selembar kerta dengan coretan-coretannya. “Zahdan, ayo kita pulang. Sudah malam”.

Bagikan

Jangan lewatkan

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.