3/18/2022

[Cerpen] Kejutan 10 Mei

Kejutan 10 Mei

(Fardin Yasin Amura)




Saat manusia lahir ke dunia memiliki penanda waktu mereka sendiri. Ia tidak memilih takdir itu akan melekat pada dirinya hingga seumur hidup. Kita selalu diliputi penanda yang  kadang disimbolkan pada identitas diri. Satu hal yang tak disadari, simbol yang melekat pada diri bisa saja hadiah orang lain atau sebatas penilaian mereka. Ini hanyalah konstruk sosial dengan suka rela oleh diri dijadikan bagian hidup kita. “Huff…” sambil menghela napas.

Pemeran tokoh dalam pewayangan diri bercerita tentang kejutan 10 mei dalam dimensi masa lalu dalam menerka harapan yang akan datang. Titik waktu bernostagia tahun 2012, sore hari yang cerah menemani ibu memasak di dapur. Adam menyukai pekerjaan itu, membantu ibu memasak makanan yang ia sukai. “Ini makanan khas daerah kita, kambose, berupa olahan jagung yang dimasak lama. Orang tua kita dulu hidup dengan hanya memakan ini. Meskipun ini hanyalah hidangan yang sederhana tapi ini lebih dari cukup untuk membesarkan anak-anak mereka yang punya impian besar hingga mereka dewasa”. “Aku tak mengira janggung ini punya andil besar untuk kehidupan meskipun sekarang sudah banyak tergantikan oleh nasi”. Sambil meniup api yang panas sudah satu jam lamanya. Kejutan pun datang, dari arah belakang ada yang menyiram air cucian janggung tepat di bahu belakang Adam.

“Suprise….”

“Apa ini…?”

“Selamat kejutan 10 Mei”

“Hahaha…”

Roda waktu pun kembali berputar dan berhenti di tahun 2013. “Mereka menjenguk ku, tapi aku malu”. “Mengapa mereka datang beramai-ramai ke rumah?, ini diluar dugaan”.

“Thanks yah, udah kerjakan tugas ku”.

“Yah, santai saja”.

“Ini ada titipan coklat untuk kamu. Buat apa?, sebagai hadiah saja”    

“Dari siapa?”

“Sudah ambil saja”

“Saya nda akan ambil kalau nda jelas dari siapa?”

“Ini dari teman-teman ku”

“Ha…… Sampai segitunya”

“Sudah terima saja, kamu harus hargai pemberian orang lain”

“Aku agak berat hati untuk menerimanya, tapi makasih yah, aku simpan saja”

Sepulang sekolah, Adam menunggu di depan sekolah. Hari ini jenuh dan melelahkan. Kenapa persaingan di kelas sangat ketat sekali. “Sudahlah, nikmati saja hari ini, mungkin akan jauh bermakna jika tidak terlalu memikirkan hal yang tidak perlu”. Angkot datang menghampiri, ia meninggalkan gerbang sekolah.

Terus terjebak dalam ketidaktahuan. “Mungkin jika diri ku dari masa depan datang menghampiri ku hari ini, mungkin aku bisa merubah segalanya. Ha… omong kosong itu selalu datang mengusik pikiran ku”. Ia hanya berguman. Disisi lain, angkot terus melaju dan berhenti sesaat menurunkan penumpang.

“Kiri….”

“Angkot itu berhenti”

Masih beberapa meter lagi, ini sungguh melelahkan. Menyelurusi jalan raya, Adam merasa kaku di depan rumah itu. Itu hanya sebuah rumah. “Apa harus terus merasa bersalah, padahal kami berteman baik dulu”. “Atau jangan-jangan… Ahhh, sudahlah… itu hanya omong kosong”. Pohon besar depan rumah itu tak lagi berdaun lebat, seolah nampak rapuh. Terus melanjutkan perjalanan, akhirnya Adam berhenti di depan gerbang rumah, bunga kertas itu terus berguguran. “Aku ingin istirahat saja”.

“Adam…” “Adam”

“Iya Bu”

“Ada yang cari”

“siapa?”

“Udah, temui saja di luar”

“Iya Bu, bilang tunggu sebentar”

“Siapa yah?”

Adam beranjat pergi menemuinya, “Ehhh, kamu, ngapain di rumah?”

“Nda, aku hanya ingin sampaikan titipan salam dari teman ku”

“Oh… kirain apa, kok dari kemarin salam terus”

“Nda, jangan su’uzon, saya hanya menyampaikan saja” “Ini buat kamu”

“Apa an ini?”

“Udah, terima saja”

“Kemarin kan udah, kok ada lagi”

“Yah, ini titipan dari teman ku, terima aja”

“Aneh…”

Udah, ini hadiah dari teman ku"

Angin malam berhembus kencang. Hari ini sangat membosankan, tidak ada sesuatu yg menyenangkan. "Ahhh... Kalau begini terus aku jenuh, aku pergi deh keluar malam. Kebetulan malam ini udaranya bagus". "Ma... Izin keluar". Adam pergi mengendrai motor.

Ini sudah tahun terakhir ku. Aku akan pergi meninggalkan kampung kelahiran ku. Kenapa waktu terasa begitu cepat, sekarang aku berada di tahun 2016. Malam ini aku ingin habiskan mengelili kota kecil ini dan menikmatinya.

Jalanan cukup ramai, kendaraan berlalu lalang. Lampu menyinari dan suara yg bising. Ini masih agak tenang. Pikir ku yg sesak. "Mengapa kita harus memilih untuk pergi meninggalkan?" "Dunia ini sebetulnya luas. Kenalilah setiap perjalanan mu itu membawa kenangan. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin menghabiskan masa muda ku hanya untuk mencari pengalaman. Sampai pepatah itu benar adanya "Di atas langit, masih ada langit". Itu seperti langit yang sedang ku pandangi. Bukan keranda bantu yang bangga di antara tebing yang sempit. "Ahhh... Itu untuk mereka yg sesak narsis".

Lucu mereka sesak narsis untuk masih marak

"Remaja selalu ingin keberadaannya eksis dan terkesan butuh validasi orang lain"

"Pencarian jatih diri yah... Mungkin ini bagian fase hidup. Tak perlu memikirkan hal yg tidak perlu"

Adam memandangi lampu jalan yang menyinari. Saat mengendarai motor yang menapaki jalan yang menanjak. Sampai ia pun melaju kencang dan membiarkan angin malam memeluk hati gelisa. Sampai bayangan malam pun membayangi masa lalu.

“Yah… aku ingat…”

“Aku berjalan dengan hati yang penuh kedamaian. Aku merasa momen itu adalah mimpi, bunga tidur untuk menghibur anak kecil. Perjalanan menyelusuri lorong bersama kakak ku yang sama sekali jarang bicara dengannya. Entah mengapa ketika semua telah terencana, menyelusuri jalanan yang asri. Hingga aku memandang kejauhan pandangan itu terlalu luas untuk diungkapkan. Namun ada hal yang tidak ku lupakan, aku melihat keceriaan dari kesunyian yang selalu muram.

Bayangan masa lalu itu pun semakin dalam…..?

Adam…. Adam….  Aku mendengar suara.

“Adam… suara itu seakan ia memanggil ku. Apakah aku sedang bermimpi. Mengapa aku melihat bayangan ibu ku, namun itu terlihat samar.

Beberapa saat kemudian...

Alhamdulillah dia terbangung. Anak kecil itu sudah dua jam tak sadarkan diri. Ia terjatuh dan kepalanya terbentur. “Apakah dia baik baik saja?” “Syukurlah…. Kalau begitu”.  “Semua orang kenapa mengerumuni ku. Aku tak mengerti”. Suara mereka terdengar samar.

………….. “Sang waktu pergi

Memutar roda waktu melompat ke masa depan. Aku tak tahu, dikesunyian ini. Aku hanya memohon, meskipun ini berat. Namun aku tetap percaya bahwa semua akan berlalu. Mungkinkah ini tak akan seperti dulu lagi. Sebentar lagi aku akan berhenti di penghujung tahun ini dan mungkin akan menjadi yang terakhir kalinya, aku bersama mereka. Aku tak menyangka perjalanan ini terlalu jauh membawa ku kesini. Dari yang awalnya hanya kehampaan, berubah menjadi sebuah pengalaman yang panjang. “Dringgg…. Dringgg” dering chat smartphone ku berdering

“Selamat yah…”

“Makasih yah, kamu orang pertama yang ngucapin”

Adam pun tersenyum. Waktu menunjukkan pukul 00:00 tengah malam ini. Pergantian 10 Mei. 

Banyangan itu berpindah meninggalkan tahun-tahun terakhir itu.

Aku telah kehilangan semua harapan itu. Perjalanan ini sungguh melelahkan. Aku banyak kehilangan segala hal. Semua ini tak bisa ku ceritakan dalam satu waktu. Ini sungguh panjang, keributan demi keributan kadang menghampiri dan pergi begitu saja. Mungkin di akhir perjalanan aku bisa saja kehilangan semua yang ku miliki, tapi aku tak ingin kehilangan diri ku. Hanya dia yang ku miliki, dialah yang menemani perjalanan ku ini. Mungkin sesak itu, kehilangan dan ditinggalkan mereka yang pernah untuk kita. Semua seolah berlalu seperti mimpi. Aku tak percaya, apakah dikejutan selanjutnya, aku masih ada menghirup udara yang segar ini. Atau mungkin aku hanya akan merasa kehilangan dengan air mata bahwa ternyata kita tak selamanya ada untuk hidup ini dan bisa jadi besok hanya akan menjadi kenganan pahit yang seolah bercerita kembali.

Teriaklah…….

Remuklah diri ku. Jatuhlah ke jurang hati terdalam mu. Biarkan gelap gulita itu menyelimuti. Sorak sorakan kepayaan akan terdengar di dasar ujung dunia. Dan hidup itu akan bergentayangan terowongan yang sunyi. Ia menjerit namun tak terdengar. Biarkan ia menemuinya. Ia tak pernah merasakan, di ujung mana percabangan itu ada.

“Tidakkkkk…..” Diammm

….

“Kamu payah, masa begitu aja. Kamu tidak bisa”

“Bodoh… Kamu itu memang benar benar bodoh”

“Dasar kamu pengecut… Pulang sana”

“Kamu tidak diandalkan. Pergi sana…”

“Apa dia…”

“Sudah diam saja disitu…….!”

Mungkin ini tidak mudah. Namun aku percaya semua akan berlalu dengan indah.” .

Dengan penuh keyakinan, Adam mencoba menulis sepucuk surat untuk kejutan 10 Mei di masa depan nanti.

----------

Dear kejutan 10 Mei.

Aku tahu. Kehadiran mu menjadi penanda bagi ku. Dan menjadi pengingat selama hidup ku. Tahukah engkau, banyak cerita yang telah aku lewati. Kepedihan, bahagia dan duka telah ku lewati. Semenjak mentari tenggelam dan terbit di pagi hari dan malam dengan nestapanya. Aku terhening sejenak. Jikalau di penghujung waktu di masa depan, aku tak bertemu lagi dengan mu. Izinkan tulisan ini menjadi penanda kehidupan ku yang sederhana namun memiliki sejuta tabir rahasia. Semoga hidup kita akan lebih bermakna dan selalu yakin untuk terus menggapai semua impian kita. Tetaplah bersyukur dan bersabar. Dan memaafkanlah mereka yang pernah menyakiti mu. Itu akan jauh lebih baik untuk mu. Dari ku, sahabat mu yang selalu setia untuk mu. Adam. 

Bagikan

Jangan lewatkan

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.