Mentari
di Ufuk Timur Part 2
(Karya: Fardin Yasin Amura)
Sumber Gambar: pixabay.com |
Suara tapak kaki kuda berjalan melewati lembah yang
curam. Terik matahari begitu terasa di kulit. Sungguh dehidrasi yang tak
tertahankan oleh tubuh yang kian renta, tak mampu melawan. Tubuhnya hanya
terbujur lemah tak berdaya. Ia seolah mendengar percakapan burung hantu yang
berterbangan di angkasa. Mengapa ia berada di dunia yang tak mampu dijelaskan
oleh logika. Hawa sang penunggu jiwa meraung di tengah perjalanan yang tak pasti.
“Apakah kamu akan kehilangan semangat? tidak, dia tak mau menyerah” suara parau
membisik.
“Siapakah anak itu…?”
“Dia bukan dari bangsa
kita”
“Mungkinkah itu
manusia? Aku mencium bau manusia darinya”
“Manusia katamu, aku
haus darah manusia”
“Apa? kamu mau mengambilnya
dari ku!!!”
“Kau hanya mengganggu
ku, wahai penyihir”
“Sudah, kalian jangan
bertengkar… Anak itu sedang bersama prajurit Elevia Combeli”
“Mereka selalu saja
menghalangi kita untuk menguasai dunia Erfest”
“Dunia ini haruslah
menjadi milik kita….”
“Sudahlah, kita
tinggalkan saja anak manusia itu, sebelum prajurit Elevia Combeli menemukan kita”
“Sial, mantra mereka cukup
kuat untuk mengalahkan kita” Bayangan itu pun sekilas menghilang begitu saja.
Awan hitam kelabu
menyelimuti hutan penyihir yang haus
akan darah. Burung gagak beterbangan menghiasi langit yang kian menggelap. Pusaran
angin membawa bau tak sedap dari penjuru kegelapan. Pasir menggumpal dan berubah
menjadi warna hitam pekat. Selain itu semua tumbuhan tiba-tiba layu.
Prajurit itu pergi melewati
lembah kegelapan. Pasukan berkuda yang berbaris rapi tanpa membentuk celah
sedikit pun. Barisan tersebut memakai amor dan perisai emas. Hentakan kaki
prajurit menggema segala penjuru hutan. Lolongan serigala berdatangan dan
melangkah dari kejauhan.
Salah satu prajurit
meniup terompek “Duhhhhh….”
“Buka Gerbang Keadilan”
Teriak prajurit
Sontak aura 7 naga
mengeluarkan api yang panas. Mengukir setiap pola gerbang keadilan. Cahaya emas
pun terpancar menyilaukan mata. Perlahan lahan gerbang keadilan terbuka.
Naga Lawero muncul
tepat saat gerbang itu terbuka sepenuhnya.
“Aku naga Lawero.
Penjaga gerbang keadilan. Aku mencium bau manusia”
“Yah… Tuan Penjaga.
Kami tak sengaja menemukan seorang manusia yang tersesak di hutan penyihir”
“Kenapa kalian
membawanya kemari?” naga Lawero marah
“Maafkan kami tuan
penjaga, kami hanya ingin menyelamatkan manusia ini dan membawanya ke hadapan
Raja” ucap salah seorang prajurit
“Apa kalian lupa. Ini
adalah dunia Erfest
yang sudah beribu tahun tidak pernah dimasuki oleh manusia. Perjanjian antara bangsa
manusia dan penyihir melarang manusia memasuki alam penyihir, dunia Erfest”.
Seorang jenderal datang
menghampiri dari dalam gerbang keadilan. “Tunggu tuan Penjaga”
“Kau… Jenderal La
Nuangi , mengapa kau datang kemari?”
“Tenanglah, tuan
penjaga. Aku mendengar dari pendeta kuil bahwa akan datang penyelamat negeri
ini dan dia seorang manusia”
“Seorang manusia.
Mungkinkah yang kamu maksud adalah manusia itu? Dia terlihat lemah”
“Aku tidak tahu pasti.
Tapi tidak ada salahnya untuk membawa anak ini dihadapan pendeta kuil dan raja.
Mungkin kita akan menemukan kebenaran darinya”
“Baiklah. Aku
mengijinkannya. Ketahuilah jika ada yang salah dari anak manusia ini, maka aku sendiri naga Lawero yang akan menghabisinya”.
“Baik, tuan penjaga…”
ucap Jenderal La Nuangi .
Bersambung…..